Jumat, 04 Mei 2012

budidaya kepiting

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini, meskipun banyak kendala dan hambatan yang penulis alami selama penyusunan makalah ini.
Makalah yang mengangkat topik “ Budidaya Kepiting “ ini, dimasudkan untuk melengkapi/menambah wawasan penulis dan pembaca tentunya, terutama dibidang budidaya perairan, khususnya budidaya kepiting yang sesuai dengan pembahasan dalam makalah ini.
Penulis juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, baik yang terlibat langsung maupun secara tidak langsung dalam membantu penulis untuk mengumpulkan data sebagai bahan referensi untuk kelengkapan penyusunan makalah ini.
Pada akhirnya, sebagai manusia biasa, kekurangan adalah hal yang wajar.  Oleh karena itu masukkan untuk perbaikan makalah ini sangat penulis harapkan dari pembaca.


                                        Penulis,

                                          Palu,......................2010






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I     PENDAHULUAN
A.      LATAR BELAKANG
B.       TUJUAN

BAB II    PEMBAHASAN
A.      BIOLOGI KEPITING
B.       JENIS KEPITING
C.       BUDIDAYA KEPITING
a.        Benih Kepiting
b.       Mengawinkan Induk
c.        Penetasan Telur
d.       Pemeliharaan Induk
e.        Pembesaran
f.         Pemanenan

BAB IV   PENUTUP
A.    KESIMPULAN
B.     SARAN

DAFTAR PUSTAKA










BAB I
PENDAHULUAN


A.                Latar belakang
Budidaya perairan ( ikan, udang, rumput laut, dan lain-lain ) di Indonesia telah tampak kemajuannya dalam dasawarsa terkhir ini.  Sehingga masyarakat investor kemudian ramai-ramai membuka tambak dengan teknologi intensif yang sangat modern secara besar-besaran.
Bagaimana dengan kepiting? Yang selama ini masih dianggap sebagai hasil sampingan budidaya udang/bandeng, sudah saatnya mendapat perhatian untuk di budidayakan secara lebih komersil.  Mengingat kebutuhan pasar yang semakin meningkat, sementara di sisi lain hasil penangkapan cenderung menurun.
Mengingat arus teknologi budidaya yang terus berkembang inilah penulis mencoba membahas dalam makalah ini dengan topik “ Budidaya Kepiting “.  Mulai dari awal pemeliharaan hingga pada saat pemanenan.

B.                Tujuan
Makalah ini bertujuan untuk melengkapi wawasan/pengetahuan di bidang budidaya perairan khususnya pada budidaya kepiting, dan bisa dijadikan pedoman  sebagai bahan pertimbangan pembaca untuk membuka usaha budidaya kepiting.













BAB II
PEMBAHASAN


A. BIOLOGI KEPITING
Kepiting banyak ditemukan di daerah hutan bakau, sehingga di Indonesia lebih dikenal dengan sebutan kepiting bakau “ Mangrove Crab “.  Kepiting di klasifikasikan sebagai berikut:
Ø Filum    : Arthropoda
Ø Klas       : Crustacea
Ø Ordo      : Decapoda
Ø Famili    : a. Kanthidae
                 b. Cancridae
                 c. Potamonidae
                 d. Portunidae
Ø Genus    : Scylla
Ø Spesies  : Scilla Serrata, S. Oceania, S. Transquebarica

B.  JENIS-JENIS KEPITING
Beberapa jenis kepiting yang dikenal umum antara lain:
a.   Kepiting Bakau( Scylla Serrata )
Kepiting ini juga dikenal dengan nama ( kepiting, kepiting hijau, atau kepiting cina ).  Ukurannya bisa mencapai lebih dari 20 cm.  Sapit pada jantan lebih panjang dari pada betina, pada jantan memiliki abdomen berbentuk lancip/segitiga sama kaki, pada betina agak membundar dan melebar.

b.  Rajungan ( Portunus Pelegicus )
Kepiting ini berukuran 18 cm, sapitnya kokoh, panjang, berduri-duri, pada jantan apitnya lebih panjang, berwarna dasar kebiru-biruan dengan bercak-bercak putih terang, sedangkan pada betina dasar kehijau-hijauan dengan bercak putih agak suram

c.     Kepiting Batang ( Grapsus Tenuicrisstatus )
Kepiting ini badannya relatif lebih kecil, warnanya kehijau-hijauan dan dadanya berwarna putih, ukuran sapitnya relatif kecil bila di bandingkan ukuran badannya.
d.  Kepiting Tentara( Muctiris Longicarpus )
Kepiting tentara “ Soldier Crab “ banyak ditemukan pada saat air sedang surut, di daerah yang memiliki hamparan pasir yang luas.

e.   Kepiting Binatu( Cica Demani )
Kepiting binatu memiliki ukuran tubuh yang relatif kecil dan sangat baik beradaptasi dengan lingkungan darat, warnanya mencolok ( hijau, merah, biru/biru melatik ), ukuran sapit jantan sangat besar dan tidak seimbang dengan sapit satunya sangat kecil.  Kepiting jenis ini memiliki ciri khas, matanya yang terletak di ujung tangkai mata.

f.      Kepiting Gelenteng( Ocypoda Ceratophtihalmus )
Kepiting jenis ini memiliki kantong insang yang berisi air, sehingga dapat menyesuaikan diri dengan kehidupan darat.  Ukuran tubuhnya mencapai 6 cm, memiliki sapit yang kuat.

g.     Kepiting lain-lain
·     Pinotheres Palaensis
·     Pinotheres Semperi
·     Dromaia
·     Hapalocarcinus Marsupialis

C.  BUDIDAYA KEPITING
a)  Benih Kepiting
 Benih kepiting dapat diperoleh dengan cara mengawinkan induk dalam bak khusus.  Selain itu kepiting juga dapat di peroleh dari hasil penangkapan di alam.  Cara dan alat yang digunakan untuk menangkap kepiting di alam adalah sebagai berikut:
Ø Banjur
Alat ini di buat dari bilah bambu yang dihaluskan sehingga berbentuk tongkat.  Ujung bawahnya di buat runcing dan di ujung bagian atas di pasang tali plastik serta pemberan berupa rumah kerang.  Umpan yang digunakan berupa daging ikan yang di potong-potong, di ikat dengan tali yang telah di beri pembert, kemudian di lempar di muara/tambak.  Apabila umpan telah di makan oleh kepiting, tarik pelan-pelan tali kemudian di tangkap dengan serok.  Penangkapan dengan alat ini biassanya menggunakan 30-60 batang banjur yang masing-masing di beri umpan.
Ø Dakkang
Alat ini di buat dari bambu dan tali plastik, satu bilah bambu berupa tongkat kecil dengan bagian ujung bawah lancip, dan di pasang jaring bambu lagi yang di bentuk lingkaran sebagai tempat ayaman plastik.  Umpannya berupa daging ikan, di pasang di daerah pantai, muara, atau di pintu masuk tambak, dan dilakukan saat air laut pasang.  Apabila umpan telah di makan, bilah bambu yang mengandung umpan akan bergerak-gerak, kemudian dakkang di angkat dan di tangkap dengan tangan.
Seperti alat banjur, dakkang juga digunakan dalam jumlah 30-an buah untuk setiap penangkapan.
Ø Ambau
Alat ini terdiri dari dua buah rotan sepanjang 50-60 cm yang disilangkan satu dengan yang lainnya dan di ikat bagian tengahnya, keempat rotan di hubungkan dengan seutas tali, yang diantaranya di rentangkan jaring dan di ujung di pasang pemberat, pada titik tengahnya di ikat seutas tali yang di ujungnya di beri pelampung kayu.
Umpannya berupa daging ikan, yang di pasang pada bagian bawah titik tengah persilangan rotan dan di ikat kuat-kuat, dan pengoperasian alat ini dilakukan di pantai.  Pengangkatan ambau di awali dengan mengangkat pelampung dan menarik tali secara pelan-pelan, kemudian sentakkan tali dengan cepat agar umpan akan segera jatuh kedalam jaring penahan.
Ø Tongkat besi bertangkai bambu
Alat ini berupa tongkat besi, pada pangkal di buat tangkai dari bambu sebagai pegangan, ujungnya di bengkokkan setengah lingkaran.  Pengoperasiannya di gunakan pada daerah berhutan bakau/pinggir pantai pada sore menjelang malam.

b)    Pemeliharaan Induk
Pemeliharaan induk sebelum dan sesudah perkawinan dilakukan di bak khusus, berupa tangki air dengan dasar berpasir dan air yang mengalir.  Tangki dibagi atas tiga bagian dan di tempatkan dalam ruangan tertutup.  Kepadatan kepiting dalam tangki harus di atur sesuai dengan ukuran bak, biasanya 1-3 ekor/m2, pakan berupa daging ikan, cumi-cumi, udang, dan lain-lain.
Induk yang dipilih harus sehat dan aktif bergerak, dan memiliki masa telur bersatu, membulat, berwarna orange-kuning, dan bebas dari organisme yang menempel, agar mendapatkan kepiting baru yang berkualitas.
c)     Mengawinkan Induk
Mengawinkan induk dilakukan di bak, yang ukuran dan ketinggian airnya terkontrol, dasar bak pemijahan diisi dengan pasir.  Setiap sapit kepiting di potong kukunya untuk menghindari terjadinya kanibalisme ( penyerangan ), selama berpasangan kepiting betina akan berganti kulit dan mengeras kembali, kemudian terjadi pembuahan.  Telur yang telah di buahi akan di keluarkan di substrat pasir di sekitar abdomen, sedikit-sedikit telur di kumpulkan kembali oleh induk betina dengan bantuan kaki jalan dan ditata pada wadah telur oleh kaki renang.
Pada proses pengumpulan telur, induk betina akan mengeluarkan zat perekat sehingga telur tersebut dapat melengket pada wadah telur.  Untuk meningkatkan jumlah telur, dapat dilakukan dengan mengablasi mata, kemudian di keluarkan semua cairan yang ada didalamnya, setelah itu di rendam dalam larutan antibiotik untuk menghindari infeksi.

d)  Penetasan Telur
Telur biasanya menetas setelah 9-11 hari setelah dikeluarkan, sehingga induk di pindahkan ke tangki penetasan yang berbentuk kerucut 500 1.  Keesokan harinya telur tersebut akan menetas.  Selama dalam tangki penetasan induk tidak perlu diberi makan.

e)  Pemeliharan Larva
Jumlah larva bergantung pada ukuran induk kepiting yang dikawinkan.  Larva yang berbeda induknya tidak bisa dipelihara dalam satu wadah, karena saat moulting ( ganti kulit ) berlainan akan terjadi kanibalisme.
Mutu air dalam wadah harus dijaga, agar larva bisa tumbuh dengan cepat.  Setelah larva menjadi zoea, setiap hari air diganti 10%-nya, setelah menjadi megalop diganti menjadi 20-50%.  Cahaya yang masuk ke bak pemeliharaan juga harus tidak terlalu terang karena akan menggangu perkembangan larva, untuk mengatasinya perlu dimasukkan Chlorella secukupnya, karena berfungsi memperkecil pencahayaanyang berlebihan dan merupakan makanan Rotifera, dimana rotifra adalaah pakan bagi larva kepiting.  Selain rotifera, juga diberikan pakan berupa artemia agar larva tumbuh baik, dengan pemberian dua kali/hari.
Larva yang sudah menyerupai kepiting dewasa, pakan diberikan berupa daging udang-udangan secukupnya.  Untuk mempercepat proses dekomposisi sisa-sisa pakan/bahan organik lainnya, maka dilengkapi dengan aerator.

f)  Pembesaran
Pembesaran dalam budidaya kepiting ini dilakukan dengan berbagai tipe, antara lain:
1.  Pembesaran kepiting ala Thailand
Pembesaran metode ini, penebaran benih dilakukan hanya sekali, pada saat awal usaha pembesaran dimulai.  Ukuran benihnya 100 gr/ekor, jumlah yang ditebar 2 ekor/m2, pakan yang diberikan ikan racuh sebanyak 0.5% dari total ukuran kepiting.  Proses penggantiannya tergantung pada pasut, apabila air pasang air dimasukkan ke kolam, dan pada surut air kolam dikeluarkan.
2.  Pembesaran di tambak bambu
Pembesaran metode ini  ukuran benih 250-300 gr, dan kepadatan yang ditebar300-400 kg/ha.  Pakan yang diberikan adalah cincangan iakn rucah atau pakan buatan, yang ditaruh dalam ancol.  Pemberiannya 3-5% dari total berat kepiting, dan lama pemeliharaannya 20-30 hari sampai panen.  Pada metode ini Chlorella banyak di tumbuhkan di kolam agar mengatur intensitas cahaya.  Mutu air juga perlu dijaga, salinitasnya harusberkisar 26-34 promil, PH airnya 7.2-7.8, dan suhu air 24-270c.
3.  Pembesaran di keramba bambu
Pembesaran metode ini ukuran benihnya 250-300 gr/ekor, setiap kotak bambu hanya diisi 1 ekor kepiting dengan pakan yang diberikan ikan rucah/pakan buatan dengan dosis 3-5% dari bobot kepiting, masa pemeliharannya 20-30 hari, dimana tergantung pada bobot benih yang digunakan.
4.  Pembasaran di jaring apung
Pembesaran metode ini dilakukan dengan mengisi 1 jarimg dengan 90-100 ekor, pakannya berupa cincangan ikan rucah yang diberikan setiap hari dengan dosis 3-5% dari bobot benih kepiting, lama pemeliharaannya 15 hari.
f)      Pemanenan
Bila kepiting sudah mencapai ukuran konsumsi ( 3 ekor/kg ), sudah bertelur penuh,maka siap dipanen.  Pada proses pemanenan hendaknya tidak ada aliran air yang masuk, agar kepiting tampak dan mudah di tangkap dengan tangan/serok. Kepiting yang telah di tangkap, di ikat tali dari pelepah pisang dan dimasukkan kedalam keranjang.  Dengan cara ini kepiting dapat hidup 5-7 hari dalam udara basah.
BAB IV
PENUTUP


A. Kesimpulan
Usaha pembudidayaan kepiting dapat dilakukan dengan cara-cara tertentu yang sudah banyak di terapkan oleh petani-petani budidaya.  Kepiting juga memilikimprospek yang sangat menjanjikan, karena dapat mendatangkan keuntungan, karena permintaan kepiting mengalami peningkatan sebesar 10.4%/tahun.

B.  Saran
Bagi para penbudidaya khususnya untuk usaha budidaya kepiting ini, sebaiknya lebih di komersilkan karena mengingat prospek ke depan dari usaha ini cukup menguntungkan untuk masa yang akan datang, dimana permintaannya dari tahun-ketahun makin meningkat.




















DAFTAR PUSTAKA


Soim, A .,1996. Pembesaran Kepiting. PT. Penebar Swadaya, Jakarta

Departemen Kelautan dan Perikanan, 2007. Profil Perikanan Budidaya        Indonesia. PT. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya, Jakarta

Kordi K.,M.G.H.,1996. Budidaya Kepiting dan Ikan Bandeng Di tambak Sistem Polikultur. PT. Dahara Prize, Semarang

pengaruh pengeringan terhadap sifat fisik kimia rumput laut

TUGAS

 PENGARUH PENGERINGAN
TERHADAP SIFAT FISIK-KIMIA RUMPUT LAUT
 (Eucheuma cottonii)





Logo STPL - FINAL



Oleh :

EKA AJI PRAMITA







PROGRAM STUDI TEGNOLOGI HASIL PERIKANAN
SEKOLAH TINGGI PERIKANAN DAN KELAUTAN (STPL) PALU
2010

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini, meskipun banyak kendala dan hambatan yang penulis alami selama penyusunan makalah ini
Proposal yang mengangkat topik “ pengaruh pengeringan terhadap sifat fisik-kimia rumput laut (eucheuma cottonii) “ ini, dimaksudkan untuk melengkapi/menambah wawasan penulis dan pembaca tentunya, terutama di bidang biologi perikanan khususnya proses thermal yang sesuai dengan pembahasan dalam makalah ini.
Penulis juga tak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak, baik yang terlibat langsung maupun secara tidak langsung dalam membantu penulis untuk mengumpulkan data sebagai bahan makalah ini.
Pada akhirnya, sebagai manusia biasa kekurangan adalah hal yang wajar.  Oleh karena itu masukkan untuk perbaikan makalah ini sangat penulis harapkan dari pembaca.


                                                                                                   Penulis,

                                                                           Palu,   desembar 2010













DAFTAR ISI


HALAMAN JUDUL………………………………………………………………………….i
KATA PENGANTAR………………………………………………………………………..ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………iii
BAB I    PENDAHULUAN………………………………………………………………….1
1.1   Latar Belakang………………………………………………………………1
1.2    Tujuan ……………………………………………………………………….1
1.3    Kegunaan……………………………………………………………………1

BAB II   TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………………..2
BAB III  PEMBAHASAN………………………………………………………………….4
3.1 Pengolahan Tepung Karaginan…………………………………………..4
                 3.2  Proses Penurunan Kualitas Tepung Karaginan………………………..4
                 3.3  Pengaruh Pengeringan Rumput Laut……………………………………5
                 3.4  Perubahan Fisik –Kimia Rumput Laut Dalam Proses Pengeringan….7

      BAB IV   PENUTUP……………………………………………………………………..8
5.1 Kesimpulan…………………………………………………………………8
5.2 Saran………………………………………………………………………..8
      DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………….9
BAB I
PENDAHULUAN


1.1.        Latar Belakang
Rumput laut atau sea weeds sangat populer dalam dunia perdagangan. Dalam dunia ilmu pengetahuan rumput laut dikenal sebagai algae.  rumput laut sudah lama dikenal dan dimanfaatkan oleh manusia, yaitu sejak zaman kekaisaran Shen Nung sekitar tahun 2700 sebelum masehi (SM). Pada masa itu masyarakat di Timur telah memanfaatkannya sebagai obat-obatan dan sebagai bahan makanan, sedangkan pada zaman kekaisaran Romawi tahun 65 (SM), rumput laut telah dikenal sebagai alat atau bahan kecantikan (Aslan, 1998).
Di perairan Indonesia hampir semua jenis rumput laut tumbuh dan tersebar, seperti alga hijau, alga coklat, alga merah. Pusat-pusat penyebaran rumput laut diantaranya perairan Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Pulau Bali, Pulau Sumbawa, dan Kepulauan Maluku. Dari beragam jenis rumput laut indonesia tersebut, terdapat beberapa jenis yang bernilai ekonomis dan telah diperdagangkan sejak dahulu, baik untuk konsumsi domestik maupun ekspor.
Selain itu, rumput laut juga memberi nilai tambah rumah tangga.  Tepung karaginan, misalnya, dibuat dari jenis eucheuma cottonii yang berguna bagi kesehatan karena dapat memperlancar sistem pencernaan makanan, disamping banyak mengandung vitamin dan mineral. Pada pengolahan tepung  karaginan ada dikenal beberapa proses, diantaranya proses pengeringan, dimana pada proses ini akan mempengaruhi sifat fisik dan kimia rumput laut.
1.2.        Tujuan

Tujuan makalah ini adalah untuk mengetahui perubahan fisik dan kimia rumput laut khususnya  pengolahan tepung karaginan pada  saat proses pengeringan.
 
1.3.        Kegunaan

Kegunaan yang diharapkan dari makalah ini antara lain sebagai data dan sumber informasi baru bagi mahasiswa khususnya mengenai rumput laut (eucheuma cottonii) yang diolah menjadi tepung karaginan.


















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Deskripsi Rumput Laut

            Menurut Afriyanto dan liviawaty (1993), umumnya rumput laut banyak dijumpai didaerah yang mempunyai perairan agak dangkal. Kondisi perairan yang sangat disukai oleh rumput laut adalah berpasir, berlumpur, atau campuran antara pasir dan lumpur. Banyak pula rumput laut yang dapat tumbuh dengan cara menempel pada batu karang yang telah mati dan kerang. Daerah penyebarab rumput laut jenis eucheuma sp diperairan indonesia adalah: Kepulauan Banggai, Togian, P. Dua, dan P.Tiga (Sulawesi Tengah), P. Seram Timur, Selat Alas Sumbawa (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2008).
           
2.2. Aspek Biologi Rumput Laut (eucheuma cottonii)

            Ciri fisik eucheuma cottonii adalah mempunyai tallus silindris, permukaan licin. Keadaan warna tidak selalu tetap, kadang-kadang berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu atau merah. Perubahan warna sering terjadi karena faktor lingkungan.

            Habitat rumput laut jenis eucheuma cottonii yaitu memerlukan sinar matahari untuk proses fotosintesis, oleh karena itu rumput laut jenis ini hanya mungkin hidup pada lapisan fotik. Akan tetapi rumput laut jenis ini akan hidup baik bila jauh dari muara sungai.

2.3. Komposisi Kimia Rumput Laut (eucheuma cottonii)

Tabel 1. Komposisi kimia rumput (eucheuma cottonii)
No.
komponen
Jumlah (%)
1
2
3
4
5
Protein
Lemak
Karbohidrat
Serat kasar
abu
2,80
1,78
68,48
7,02
19,92
Sumber: Luthfy (1988) dalam Syamsuar (2007)

2.4. Karaginan

            Syamsuar (2007), menjelaskan bahwa karaginan merupakan senyawa hidrokoloid yang terdiri dari ester kalium, natrium, magnesium, dan kalsium sulfat dengan galaktosa dan 3,6 anhydrogalaktocopolimer. Karaginan dapat diperoleh dari hasil pengendapan dengan alkohol, pengeringan dengan alat (drum drying) dan pembekuan.

            Karaginan merupakan getah rumput laut yang diperoleh dari hasil ekstraksi rumput laut merah dengan menggunakan air panas atau larutan alkali pada temperatur tinggi (Glicksman 1983 dalam Jasuda net,2008). Kappa karaginan dihasilkan dari rumput laut jenis eucheuma cottonii, iota-karaginan dihasilkan dari eucheuma spinosum dan eucheuma striatum menghasilkan lambda karaginan.

            Ketiga macam karaginan ini dibedakan karena sifat jeli yang terbentuk. Iota karaginan berupa jeli lembut dan fleksibel atau lunak, Kappa karaginan jeli bersifat kaku serta keras, Sedangkan lambda karaginan tidak dapat membentuk jeli tetapi berbentuk cair.
            Dari ketiga tipe karaginan, kappa-karaginan yang paling banyak digunakan dalam aplikasi pangan. Rumput laut kering diolah menjadi tepung untuk di ekspor dan sebagian untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sari Karaginan juga dipergunakan untuk pembuatan “dessertgel” semacam agar untuk hidangan penutup makan.

            Kegunaan karaginan antara lain sebagai pengatur keseimbangan, bahan pengental, pambentuk gel. Karaginan digunakan dalam beberapa industri, antara lain:
ü  Makanan: pembuatan kue,roti,dll
ü  Farmasi: pasta gigi, dan obat-obatan
ü  Kosmetik: tekstil, dan cat
2.5. Sifat Fisik-Kimia Tepung Karaginan
2.5.1. Sifat Fisik Tepung Karaginan
A.  Kelarutan

Menurut selasa, 2002, semua bentuk karaginan larut dalam air panas yang bersuhu di atas 750c. Bentuk kappa dan iota tidak larut dalam air suling yang bersuhu 200c, sedangkan lambda larut dalam air. Kecepatan dan daya larut karaginan dalam air dipengaruhi oleh faktor yang penting yaitu suhu dan waktu pemprosesannya.

B.  Viskositas

Viskositas adalah daya aliran molekul dalam sistem larutan. Viskositas dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi karaginan, temperatur, jenis karaginan, berat molekul dan adanya molekul-molekul lain (Towle 1973 ; FAO 1990 dalam Jasuda net, 2008). Jika konsetrasi karaginan meningkat maka viskositasnya akan meningkat secara logaritmik (Jasuda, 2008).

C.  Pembentuk Gel

Menurut Fardiaz (1989) dalam Syamsuar (2007), pembentukan gel adalah suatu fenomena penggabungan atau pengikatan silang rantai-rantai polimer sehingga terbentuk suatu jala tiga dimensi bersambungan. Gel memiliki sifat seperti padatan, khususnya sifat elastis dan kekakuan.

2.5.2. Sifat Kimia Tepung Karaginan
A. Kadar Air
            Menurut Winarno dalam Andriani (2006). Air merupakan salah satu faktor penentu dalam proses produksi baik dalam industri pangan maupun industri lainnya. Kadar air juga salah satu karakteristik yang sangat penting pada bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa pada bahan pangan. (Winarno, 1997 dalam Wiryadi, 2007). Kadar air yang tinggi perlu dikurangi agar terhindar dari mikroba, kapang, dan serangga, sehingga memperpanjang masa simpannya (Sudiaman, 1990 dalam Andriani, 2006).
B. Kadar Abu
            Nilai kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam bahan pangan tersebut (apriantono dkk, 1989). Kadar abu berhubungan dengan mineral suatu bahan.

BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Pengolahan Tepung Karaginan
            Rumput laut merupakan produk perikanan yang dapat diolah menjadi berbagai macam produk makanan salah satunya adalah tepung karaginan. Rumput laut yang dipakai untuk bahan tepung karaginan  harus memiliki kualitas yang bagus. Kualitas dari rumput laut ditentukan dari saat proses panen, cuaca cerah saat penjemuran akan menjamin kualitas rumput laut yang baik.
Proses produksi karaginan pada dasarnya terdiri atas penyiapan bahan baku, ekstrasi karaginan dengan menggunakan bahan pengekstrak, pemurnian, pengeringan, dan penepungan. Penyiapan bahan baku meliputi proses pencucian rumput laut untuk menghilangkan pasir, garam mineral, dan benda asing yang masih melekat pada rumput laut. Ekstrasi karaginan dilakukan dengan menggunakan air panas atau larutan alkali panas.
Produksi karaginan antara lain:
Ø  Rumput laut dicuci dengan air tawar kemudian dikeringkan sampai kadar air menjadi 15-25%.
Ø  Rumput laut kering diekstraski dengan di tambah air panas dan kalsium hidrosida atau natrium hidroksida.selama ekstraksi terjadi penghancuran dan hasilnya berupa pasta.
Ø  Pasta selanjutnya dimasukan ketangki atau bejana dan di panaskan selama 24 jam pada suhu 90-950c.
Ø  Setelah itu di pindahkan ke tangki lain dan di panaskan selama 24 jam pada suhu 90-950c.
Ø  Setelah mendidih disaring dengan filter ait atau tanah diatomea. Hasilnya disaring lagi dengan filter pres.
Ø  Filtrat yang dihasilkan dipompa kedalam tangki yang berisi isopropil alkohol adan akan didapatkan serat karaginan.
Ø  Serat karaginan dipres, kemudian dicuci dengan alkohol segar dan dipres lagi.
Ø  Lembaran karaginan yang didapat di keringkan dengan rotari dryer. Untuk mendapatkan tepung karaginan lembaran tersebut digiling.
Pengeringan karaginan basa dapat dilakukan dengan oven atau penjemuran. Pengeringan menggunakan oven dilakukan pada suhu 600c , kemudian karaginan kering tersebut ditepugkan, diayak, distandarisasi, dan dicampur. Kemudian dikemas dalam wadah yang tertutup rapat.
3.2.  Proses Penurunan Kualitas Tepung Karaginan.
Pada proses penurunan kualitas tepung rumput laut dapat dilihat dari kadar air dalam tepung tersebut. Kadar air yang tinggi perlu dikurangi agar terhindar dari mikroba, kapang, dan serangga sehingga memperpanjang masa simpannya (Sudiaman, 1990). Hal ini disebabkan karena rumput laut yang diambil sebelum pengeringan adalah rumput laut basah yang langsung diambil dari laut, sehingga memiliki kandungan air yang cukup banyak.

Kualitas tepung ditentukan oleh jenis bahan bakunya, penyimpanan bahan baku sejak mulai dibawa dari laut sampai pabrik pengolahan dan cara pengolahannya. Jenis bahan baku dan proses produksi tepung akan mempengaruhi kadar protein dan lemak tepung tersebut. Sedangkan kesegarannya ditentukan oleh cara penyimpanan bahan baku rumput laut segar sampai dengan rumput laut tersebut diolah menjadi tepung.
Selain bahan baku yang segar, penurunan mutu tepung rumput dapat dilihat dari proses pengemasan. Produk tepung rumput laut dikemas dalam wadah yang tertutup rapat, tidak dipengaruhi atau mempengaruhi isi, aman selama penyimpanan dan pengangkutan.
Penurunan mutu tepung rumput laut dapat dilihat juga dari bau, rasa, dan warna yang telah berubah. Tepung yang berbau tengik dan warna yang agak kekuningan merupakan tanda perubahan mutu dari tepung rumput laut tersebut.
Benda asing seperti jamur, serangga, dll tidak diperbolehkan ada dalam tepung, sehingga apabila terdapat benda asing tersebut, maka kualitas tepung rumput laut menurun.
Kandungan KimiaTepung karaginan (Eucheumacottonii)
Parameter
                                         Nilai
Kadar
air(%)                                  1,42 ± 0,01
Kadar
abu(%)                                4,67 ± 0,02
Kadar
protrein(%)                          2,15 ± 0,03
Kadar
lemak(%)                             0,16 ± 0,02
Kadar
karbohidrat(%)                    91,61 ± 0,06
Serat
pangan tidak larut(%)           27,58 ± 0,13
Serat
pangan larut(%)                   40,60 ± 0,33
Serat
pangan total(%)                   68,18 ±0,46
Ydium
(µg/g)                                 3,86 ± 0,01
Sumber : Rahayu 2005
3.3. Pengaruh Pengeringan Rumput Laut
Pada pengeringan yang tidak sempurna menyebabkan permukaan talus terbentuk lendir dan garam-garam yang setelah kering nanti akan meningkatkan sifat higrokopisnya, sehingga memudahakan terbentuknya jamur. Jamur merupakan cacat yang serius pada rumput laut yang disimpan, karena jamur akan merusak permukaan talus, bau tidak enak, sehingga tidak layak lagi sebagai bahan mentah produk olahan. Sehingga warnanya berubah menjadi kusam.
Ketidaksesuaian pada prosedur pengeringan yang dilakukan diatas pasir, plesteran semen atau waring berdiamater 1 cm sebagai alas juga meningkatkan peluang terjadinya kontaminasi kotoran (terutama pasir). Untuk lebih jelasnya, ditunjukkan pada Gambar berikut:
000






Gambar 1. Prosedur Pengeringan Rumput Laut Eucheuma cottonii Yang Tidak
Sesuai : (a) Diatas Pasir (b) dan (c) Plesteran Semen (d) Waring

Gambar 2. Prosedur Pengeringan Rumput Laut Yang Baik
                 (a) Metode Para-Para, (b) Metode Gantung
Prosedur pengeringan yang baik adalah dengan menggunakan metode para-para atau gantung, dapat menghasilkan rumput laut dengan kualitas yang lebih baik (bersih, kering dan berat) serta waktu pengeringan yang lebih singkat (1 - 3 hari) (Anonymousm, 2008)
3.4. Perubahan Fisik –Kimia Rumput Laut Dalam Proses Pengeringan

            Perubahan fisik rumput laut pada tahap pengeringan seperti kelarutan, viskositas, pembentuk gel persentasinya (%) akan meningkat , sedangkan untuk perubahan kimianya seperti kadar air akan berkurang karena mengalami proses pengeringan dan penjemuran. Untuk kadar abunya akan berkurang presentasinya. semakin banyak kadar abu suatu bahan maka akan semakin banyak kandungan mineralnya.




































BAB IV
PENUTUP

4.1. kesimpulan

            Dari hasil pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan yaitu sebagai berikut:
Ø  bahwa proses pengeringan dapat mempengaruhi sifat fisik- kimia dari karaginan itu sendiri.
Ø  Pengolahan produksi karaginan yang sesuai akan dapat meningkatkan kualitas produk itu sendiri.
Ø  proses penjemuran atau pengeringan rumput laut(eucheuma cottonii) yang tidak sesuai juga dapat mempengaruhi kualitas produk dari karaginan.
4.2. saran
          Beberapa saran yang dapat dikemukakan dari makalah ini adalah untuk menghasilkan produk karaginan yang berkualitas sebaiknya harus memperhatikan proses produksinya, selain itu pada proses pengeringan sebaiknya di lakukan dengan waktu yang sesuai.



































DAFTAR PUSTAKA


Indriani Hety dan Suminarsi Emi, 2003. Budidaya, pengolahan, dan pemasaran     rumput laut. Penebar Swadaya. Jakarta
Andriani Dian,  2007. pengolahan rumput laut (Eucheuma cottonii) menjadi tepung atc (Alkali Treated Carrageenophyte) dengan jenis dan konsentrasi larutan alkali yang berbeda dalam Http://google.com dan Http:// yahoo.com
Jurnal Penelitian Medika Eksakta Vol. 3 No. 1 April 2002: 89-104
http://www.ebookpangan.com/ARTIKEL/TEKNOLOGI%20MIE%20INSTAN.pdf